Info Seputar Pneumonia
2.1
Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi saluran
nafas bagian bawah, penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh
mikroorganisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul
secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Corwin; 2001)
2.2
Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia
Pneumonia adalah suatu radang paru
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia
yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus,
mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
1. Bakteri
Pneumonia
yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri
dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat
(Misnadiarly, 2008).
2. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
3. Mikoplasma
Mikoplasma
adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya
berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia,
tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
4. Protozoa
Pneumonia yang
disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk
golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia
pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan
penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi
juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan
P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).
2.3
Patofisiologi Pneumonia
Paru merupakan struktur
komplek yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk melalui percabangan
progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril,
walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menepati
orofaring dan terpajang oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara
yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme
penyaring dan pembersihan yang efektif.
Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang.
Pneumonia dapat terjadi
akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap
masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat
lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang
masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya,
dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir
tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan
mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya
ukuran agen penyakit tersebut.
Secara patologis, terdapat 4 stadium
pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.
Stadium
I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2.
Stadium
II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu
alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh
penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium
ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3.
Stadium
III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada
saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai
diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna
merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.
Stadium
IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut
juga stadium resolusi, yang
terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke
strukturnya semula.
2.4
Manifestasi Klinis
Menurut Misnadiarly 2008, tanda dan
gejala pneumonia secara umum dapat dibagi menjadi:
1) Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa
demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2) Gejala umum : demam, sesak napas, nadi berdenyut lebih
cepat, dan dahak berwarna kehijauan seperti karet.
3) Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi
napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dam ronki
4) Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi
dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas
melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri
dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah
menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa
inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang
terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).
5)
Tanda infeksi ekstrapulmonal
2.5
Tes Diagnotik
1.
Darah perifer lengkap
Pada
pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit meningkat,
tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and Prober,
2007). Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis antara 15.000-40.000/mm3
dengan predominan sel polimorfonuklear khususnya granulosit. Leukositosis hebat
(30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan pneumonia bakteri. Adanya leukopenia
(<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Kadang-kadang terdapat anemia
ringan dan peningkatan LED. Namun, secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi virus dan bakteri secara pasti
(Said, 2008)
2.
Uji serologi
Uji
serologis untuk deteksi antigen dan antibodi untuk bakteri tipik memiliki
sensitivitas dan spesifisitas rendah. Pada deteksi infeksi bakteri atipik,
peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis (Said, 2008).
3.
Pemeriksaan mikrobiologis
Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan, kecuali pada pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru (Said, 2008). Spesimen dari saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji serologis karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).
4.
Pemeriksaan rontgen toraks
Foto
rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan
pada pneumonia berat yang rawat inap. Kelainan pada foto rotgen toraks tidak
selalu berhubungan dengan manifestasi klinis. Kadang bercak-bercak sudah
ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis, namun resolusi
infiltrat seringkali memerlukan waktu yang lebih lama bahkan setelah gejala
klinis menghilang. Ulangan foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis
menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan
penunjang pneumonia di instalasi gawat darurat hanyalah foto rontgen toraks
posisi AP (Said, 2008).
2.6
Klasifikasi Pneumonia
Menurut
Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun
sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan tempat infeksi yaitu:
1.
Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh
atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru
terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2.
Bronkopneumonia, terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia
loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya yaitu:
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi
dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur,
sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar.
Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan,
batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,
prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit
mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya
adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih
menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba
atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih
besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis,
sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak
produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah.
Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi
pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis
berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan
gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan
infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise,
pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas
dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
4. Pneumonia jamur dan patogen lainnya merupakan pneumonia yang terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
Pneumonia
diklasifikasikan berdasarkan sumber infeksinya yaitu:
1)
Community-Acquired
Pneumonia
Pneumonia
komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di sebabkan oleh
bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant
strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant strains)
and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Komplikasi berupa
efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza, emphyema terjadi
akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia.
2)
Hospital-Acquired
Pneumonia
Berdasarkan
America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial ( lebih dikenal sebagai
Hospital-acquired pneumonia atau Health care-associated pneumonia )
didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat
di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya pneumonia
nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi
bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang
berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S.
Aureus, S.pneumonia.
3)
Ventilator-Acquired
pneumonia
Pneumonia
berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang terjadi setelah 48-72
jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukan
melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat
muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.
2.7
Penatalaksanaan Medis dan Farmakologi
1) Pemberian antibiotic: untuk penderita
yang penyakitnya ringan diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap
tinggal di rumah, seperti: penicillin, cephalosporin. Penderita yang lebih tua
dan penyakitnya berat, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui
infus. Adanya pemberian oksigen
tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik (jika diperlukan).
2)
Pemberian antipiretik, analgetik,
bronchodilator
3)
Pemberian O2 dan terapi O2
4)
Pemberian cairan parenteral sesuai
indikasi
2.8
Komplikasi
a.
Efusi pleura
b.
Abses paru
c.
Hipoksemia
d.
Pneumonia kronik
e.
Bronkaltasis
f.
Atelektasis (pengembangan paru yang
tidak sempurna)
g.
Komplikasi sistemik (meningitis)
2.9
Pencegahan Penularan Pneumonia
a. Melakukan vaksinasi terhadap virus
penyebab pneumonia (vaksin influenza)
b. Menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat (rajin mencuci tangan)
c. Tidak merokok
d. Menjaga daya tahan tubuh (tidur cukup,
berolahraga teratur, konsumsi makanan bergizi seimbang)
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI. 2006
: Jakarta
Herdman, T.
Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi Edisi
11. Jakarta: EGC
Misnadiarly.
2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Balita, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer
Price, Sylvia
dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC
Somantri, Irman.
2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Tidak ada komentar: