Info Seputar Pneumonia

April 01, 2021


 

2.1 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah, penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. (Corwin; 2001)

                                                                                                                       

2.2 Etiologi dan Faktor Resiko Pneumonia

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.

1.      Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).

2.      Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).

3.      Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).

4.      Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).

 

2.3 Patofisiologi Pneumonia                                                                        

Paru merupakan struktur komplek yang terdiri atas kumpulan unit yang di bentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menepati orofaring dan terpajang oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang di hirup. Sterilisasi saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaring dan pembersihan yang efektif.

Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring-tubuh pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respons radang.

Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh pelbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran agen penyakit tersebut.

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):

1.        Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2.        Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 

3.        Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.        Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.


2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Misnadiarly 2008, tanda dan gejala pneumonia secara umum dapat dibagi menjadi:

1)     Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.

2)   Gejala umum : demam, sesak napas, nadi berdenyut lebih cepat, dan dahak berwarna kehijauan seperti karet.

3)   Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dam ronki

4)   Tanda efusi pleura atau empiema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat di atas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah).

5)        Tanda infeksi ekstrapulmonal

 

 

2.5 Tes Diagnotik

1.      Darah perifer lengkap

Pada pneumonia virus atau mikoplasma, umunya leukosit normal atau sedikit meningkat, tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan predominan limfosit (Sectish and Prober, 2007). Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis antara 15.000-40.000/mm3 dengan predominan sel polimorfonuklear khususnya granulosit. Leukositosis hebat (30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan pneumonia bakteri. Adanya leukopenia (<5.000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan peningkatan LED. Namun, secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan infeksi virus dan bakteri secara pasti (Said, 2008)

2.      Uji serologi

Uji serologis untuk deteksi antigen dan antibodi untuk bakteri tipik memiliki sensitivitas dan spesifisitas rendah. Pada deteksi infeksi bakteri atipik, peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis (Said, 2008).

3.      Pemeriksaan mikrobiologis

Pada pneumonia anak, pemeriksaan mikrobiologis tidak rutin dilakukan, kecuali pada pneumonia berat yang rawat inap. Spesimen pemeriksaan ini berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru (Said, 2008). Spesimen dari saluran napas atas kurang bermanfaat untuk kultur dan uji serologis karena tingginya prevalens kolonisasi bakteri (McIntosh, 2002).

4.      Pemeriksaan rontgen toraks

Foto rontgen tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang rawat inap. Kelainan pada foto rotgen toraks tidak selalu berhubungan dengan manifestasi klinis. Kadang bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala klinis, namun resolusi infiltrat seringkali memerlukan waktu yang lebih lama bahkan setelah gejala klinis menghilang. Ulangan foto rontgen thoraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk, atau untuk tindak lanjut. Umumnya pemeriksaan penunjang pneumonia di instalasi gawat darurat hanyalah foto rontgen toraks posisi AP (Said, 2008).

 

2.6 Klasifikasi Pneumonia

Menurut Zul Dahlan (2007), pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia diklasifikasikan berdasarkan tempat infeksi yaitu:

1.        Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.

2.        Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3.     Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya yaitu:

1.          Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.

2.        Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.

3.   Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.

4.               Pneumonia jamur dan patogen lainnya merupakan pneumonia yang terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.

Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan sumber infeksinya yaitu:

1)        Community-Acquired Pneumonia

Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di sebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant strains ), Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and Moraxella catarrhalis (all strains penicillin resistant). Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza, emphyema terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia.

 

2)        Hospital-Acquired Pneumonia

Berdasarkan America Thoracic Society (ATS) , pneumonia nosokomial ( lebih dikenal sebagai Hospital-acquired pneumonia atau Health care-associated pneumonia ) didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal. Terjadinya pneumonia nosokomial akibat tidak seimbangnya pertahanan inang dan kemampuan kolonisasi bakteri sehingga menginvasi traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia nosokomial adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia.

 

3)        Ventilator-Acquired pneumonia

Pneumonia berhubungan dengan ventilator merupakan pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke paru-paru.

 

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Farmakologi

1)    Pemberian antibiotic: untuk penderita yang penyakitnya ringan diberikan antibiotik per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah, seperti: penicillin, cephalosporin. Penderita yang lebih tua dan penyakitnya berat, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui infus.  Adanya pemberian oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik (jika diperlukan).

2)        Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator

3)        Pemberian O2 dan terapi O2

4)        Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi

 

2.8 Komplikasi

a.         Efusi pleura

b.        Abses paru

c.         Hipoksemia

d.        Pneumonia kronik

e.         Bronkaltasis

f.         Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna)

g.        Komplikasi sistemik (meningitis)

 

2.9 Pencegahan Penularan Pneumonia

a.     Melakukan vaksinasi terhadap virus penyebab pneumonia (vaksin influenza)

b.     Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (rajin mencuci tangan)

c.     Tidak merokok

d.     Menjaga daya tahan tubuh (tidur cukup, berolahraga teratur, konsumsi makanan bergizi seimbang)


DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006 : Jakarta

Herdman, T. Heather. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi Edisi 11. Jakarta: EGC

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer

Price, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2006. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta: EGC

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.