Info Seputar HIV/AIDS
A. Definisi
HIV (Human immunodeficiency virus) adalah infeksi virus yang secara progesif
menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada
kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progesif, menyebabkan terjadinya
infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa). (Jauhar
& Bararah, 2013)
AIDS (Acquired immunodefeciency syndrome) adalah penyakit berat yang ditandai
oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau
penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan
medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Jauhar &
Bararah, 2013)
AIDS juga dapat didefinisikan
sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan karakterististik
defesiensi imun yang berat, dan merupakan
manifestasi stadium akhir infeksi HIV, antibodi HIV positif tidak identik
dengan AIDS karena AIDS harus menunjukkan adanya satu atau lebih gejala
penyakit defisiensi sistem imun idem (Katiandagho, 2015)
B. Klasifikasi
Klasifikasi virus HIV didasarkan
pada keterkaitan poligenetik rangkaian nukleotida. Akhir-akhir ini klasifikasi didasarkan
pada kelompok, tipe, sub-tipe, sub-sub tipe, dan bentuk rekombinan yang dikenal
2 tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 dibagi menjadi kelompok major
(M); kelompok outlier (O); dan kelompok non-M dan non-O (N). Kebanyakan infeksi
HIV terjadi pada kelompok M HIV-1. Melalui analisis sekuens genetik kelompok N
HIV-1 dibagi menjadi 9 sub-tipe atau varian dari kelompok M HIV-1 sub-tipe A, B,
C, D, F, G, H, J dan K. Sub-tipe A dan F selanjutnya diklasifikasikan dalam
sub-sub tipe A1, A2, A3, F1, dan F2. Sub tipe ini penting untuk mengetahui
distribusi di dunia serta menilai sifat dan perilaku virus. Sehingga dapat diketahui
potensi menimbulkan resistensi obat dan kemampuan deteksi re-agen tes antibodi
HIV.
HIV-2 mempunyai 2 sub tipe utama
yaitu A dan B. Apabila virus dari kedua kelompok atau lebih HIV -1 menginfeksi
seseorang serta merubah material genetik disebut virus recombinan. Jika transmisi virus recombinan didokumentasi sebagai rangkaian genum virus seutuhnya
pada tiga atau lebih individu dikenal sebagai circulating recombinant form (CRF). Hingga kini dikenal sebagai CRF01
dan CRF34. Variasi rangkaian nukleutida mempunyai berbagai implikasi biologis
dan transmisi virus, ketahanan hidup pasien, serta dapat membantu menjelaskan
distribusi geografi, serta epidemiologi infeksi HIV. Tinjauan diagnostik
variasi rangkaian nukleotida sangat berpengaruh nyata terhadap implikasi
reaktivitas dan reaktivitas silang pada tes diagnostik guna mendeteksi protein
maupun peptida spesifik virus. (Setiati, 2014)
C. Etiologi
Penyebab penyakit AIDS adalah virus
HIV yaitu suatu virus yang masuk ke dalam kelompok retrovirus yang biasanya
menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini juga
bisa dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam
darah, dan penularan masa perinatal (Bararah & Jauhar, 2013)
Penularan virus ditularkan melalui:
1. Hubungan seksual (anal, oral, vaginal)
yang tidak terlindungi atau tanpa kondom dengan orang yang telah terinfeksi HIV
2. Jarum suntik / tindik / tato yang
tidak steril dan sering dipakai secara bergantian
3. Mendapatkan tranfusi darah dari
penderita virus HIV
4. Ibu penderita HIV positif kepada
bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (
ASI) (Nurarif & Kusuma, 2015)
D. Manifestasi
Klinis
§ Fase 1 : Terinfeksi HIV
Rentang
waktu sejak virus HIV masuk ke dalam tubuh sampai antibodi terhadap HIV menjadi
positif disebut window period. Lama window period antara 15 hari sampai 6
bulan. Dalam fase ini umumnya seseorang yang telah terinfeksi HIV masih tampak
sehat, tanpa menunjukkan gejala apapun bahwa ia sudah tertular HIV akan tetapi
orang ini juga sudah menularkan HIV pada orang lain (Katiandagho, 2015)
§ Fase 2 : Gejala-gejala mulai
terlihat
Dalam
fase ini umumnya gejala-gejala mulai nampak, seperti hilangnya selera makan,
gangguan pada rongga mulut dan tenggorokan, diare, pembengkakan kelenjar,
bercak-bercak di kulit, demam serta keringat berlebihan di malam hari tetapi
gejala tersebut belum dapat dijadikan patokan bahwa itu adalah AIDS, karena itu
masih gejala-gejala umum dan harus diperiksa ke dokter untuk hasil yang
lebih spesifik (Katiandagho, 2015)
§ Fase 3 : Penyakit AIDS
Dalam
fase ini HIV benar-benar menimbulkan AIDS. Sistem kekebalan tubuh semakin
menurun sehingga tidak ada lagi perlawanan terhadap penyakit yang menyerang
termasuk kanker dan infeksi. Perwujudan penyakit yang menyerang tubuh seseorang
tergantung pada virus, bakteri, jamur atau protozoa yang menyebabkan
infeksi, sehingga orang tersebut akan menderita penyakit yang parah
(Katiandagho, 2015)
§ Fase 4 : Penderita Meninggal karena
salah satu Penyakit
Seseorang bisa bertahan hidup terhadap berbagai penyakit pada tahapan AIDS, tetapi hanya berlangsung selama 1-2 tahun saja, selanjutnya penderita akan meninggal dunia karena penyakit atau komplikasi dari beberapa penyakit yang ia derita (Nurarif & Kusuma, 2015)
E.
Tanda dan Gejala
- Rasa
lelah dan lesu
- Berat
badan menurun secara drastis
- Demam
yang sering dan berkeringat di waktu malam
- Mencret
dan kurang nafsu makan
- Bercak-bercak
putih di lidah dan di dalam mulut
- Pembengkakan
leher dan lipatan paha
- Radang
paru
- Kanker
paru(Katiandagho, 2015)
Berdasarkan gambaran klinik (WHO
2006) fase klinik HIV dibagi menjadi :
1.
Fase
klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati
(gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh
2.
Fase
klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab.
Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media,
pharyngitis) herpes zoster ,infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang.
3.
Fase
klinik 3
Penurunan BB (10%) tanpa sebab .
kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap
>1 bulan ). Kondidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada
mulut, infeksi bakteri berat misalnya : pneunomia, empyema (nanah di rongga
tubuh terutama pleura, apses pada otot sklet, infeksi sendi atau tulang ), meningitis
, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute nekrotizin ulcerative
stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak
diketahui.
4.
Fase
klinik 4
Gejala menjadi kurus (HIV wasting
syndrome), pneumocytis pneunomia (pneunomia karena pneumokitis karinil ),
pneunomia bakteri berulang, infeksi harpes simplex kronik (orolabial,
genetalatau anorektal >1 bulan) oesopageal kandidiyasis , TBC ekstrapulmonal
, citomegaloverus , tokso plasma di SSP , HIV enceppalopati , miningitis
, infektion progesife multi fokal , limpoma , infacife , carvical
carsinoma , leukoncephalopathy.(Nurarif & Kusuma, 2015)
F. Tes
Diagnostik
Tes untuk diagnosa infeksi HIV
- ELISA (positif, hasil tes yang
positif dipastikan dengan western blot)
- Western blot (positif)
- P24 antigen test (positif untuk
protein virus yang bebas)
- Kultur HIV (positif, kalau dua
kali uji kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen P24 dengan kadar yang
meningkat
Tes
untuk deteksi gangguan sistem imun
- LED (Normal namun
perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
- CD4 limfosit menurun (jika
menurun akan mengalami penurunan kemampuan untuk beraksi terhadap antigen)
- Rasio CD4/CD8 limfosit
(menurun)
- Serum mikroglobulin B2
(meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
- Kadar immunoglobin
menurun(Bararah & Jauhar, 2013)
G. Patofisiologi
HIV secara khusus menginfeksi
limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral,
subset limfosit ini yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam
mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap
bersamaan dengan perkembangan penyakit mekanisme infeksi HIV yang menyebabakan
penuruan sel CD4.
Virus HIV secara istimewa
menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja
sebagai resepetor viral, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4
itu sendiri, induksi apoptosis melalui antigen viral yang dapat bekerja sebagai
superantigen. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit, infeksi HIV pada
monosit tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian
sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai resorvoir virus laten
tetapi tidak dapat diinduksi dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak.
Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk
mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh virus lokal atau komlikasi
infeksi lain atau autoimun.
Infeksi HIV biasanya secara klinis
tidak bergejala saat terakhir meskipun “periode
inkubasi”, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan
pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini gangguan regulasi imun sering tampak
pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B hipergameglobulinemia
dengan produksi antibodi non-fungsional
lebih universal di antara anak-anak yang terinfeksi HIV daripada dewasa, sering
meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan (Bararah & Jauhar, 2013)
H. Pathway
I. Komplikasi
- Gastrointestinal
- Diare
- Hepatitis
- Penyakit anoretal
- Pneumocystic
- Folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas atau dengan dermatitik atopik seperti ekzema dan psoriasi.
- Pandangan : sarkoma kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan.
- Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat (Jauhar & Bararah, 2013)
J. Penatalaksanaan
§ Pengobatan suportif
- Meningkatkan
keadaan umum pasien
- Pemberian
gizi yang sesuai
- Pemberian
obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidn(AZT)
yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga
tidak terjadi transkip DNA HIV
- Dukungan
psikososial (Bararah & Jauhar, 2013)
§ Pencegahan
- Memberikan
penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat untuk tidak berganti-ganti
pasangan
- Tidak
melakukan hubungan seks bebas atau menggunakan kondom saat berhubungan
- Menganjurkan
pada pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode dekontaminasi dan
menghentikan penggunaan jarum bergantian
- Menyediakan
fasilitas konseling HIV di mana identitas penderita bisa dirahasiakan
serta menyediakan tempat untuk melakukan pemeriksaan darah
- Untuk
wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk dilakukan tes
HIV sebagai kegiatan rutin
- Semua
donor darah harus diuji antibodi HIV-nya (Desmon, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Bararah, T., & Jauhar, M.
(2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta:
Media Pustaka.
Desmon. (2015). Epidemiologi Hiv/Aids. Bogor: In Media- Anggota IKAPI.
Gallant, J. (2010). Hiv Dan Aids. Jakarta: PT Indeks.
Jauhar, M., & Bararah, T.
(2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: In Media-Anggota IKAPI.
Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV Trans
Media.
Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H.
(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &NANDA
NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
PPNI, T. P.(2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI
Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak . Jakarta Timur : Trans
Info Media .
Wilkinson, & Wilkinson, J. M.
(2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi-9. Jakarta: EGC.
Yulrina, A., & Lusiana, N. K.
(2015). Bahan Ajar Aids Pada Asuhaan Kebidanan. Yogyakarta:
Depublish.
Tidak ada komentar: