Info Seputar HIV/AIDS

April 13, 2021

 

 


A.    Definisi

HIV (Human immunodeficiency virus)  adalah infeksi virus yang secara progesif menghancurkan sel-sel darah putih infeksi oleh HIV biasanya berakibat pada kerusakan sistem kekebalan tubuh secara progesif, menyebabkan terjadinya infeksi oportunistik dan kanker tertentu (terutama pada orang dewasa). (Jauhar & Bararah, 2013)

AIDS (Acquired immunodefeciency syndrome) adalah penyakit berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Jauhar & Bararah, 2013)

AIDS juga dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau kumpulan gejala penyakit dengan karakterististik defesiensi imun yang berat, dan  merupakan manifestasi stadium akhir infeksi HIV, antibodi HIV positif tidak identik dengan AIDS karena AIDS harus menunjukkan adanya satu atau lebih gejala penyakit defisiensi sistem imun idem (Katiandagho, 2015)

 

B.     Klasifikasi

Klasifikasi virus HIV didasarkan pada keterkaitan poligenetik rangkaian nukleotida. Akhir-akhir ini klasifikasi didasarkan pada kelompok, tipe, sub-tipe, sub-sub tipe, dan bentuk rekombinan yang dikenal 2 tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.

HIV-1 dibagi menjadi kelompok major (M); kelompok outlier (O); dan kelompok non-M dan non-O (N). Kebanyakan infeksi HIV terjadi pada kelompok M HIV-1. Melalui analisis sekuens genetik kelompok N HIV-1 dibagi menjadi 9 sub-tipe atau varian dari kelompok M HIV-1 sub-tipe A, B, C, D, F, G, H, J dan K. Sub-tipe A dan F selanjutnya diklasifikasikan dalam sub-sub tipe A1, A2, A3, F1, dan F2. Sub tipe ini penting untuk mengetahui distribusi di dunia serta menilai sifat dan perilaku virus. Sehingga dapat diketahui potensi menimbulkan resistensi obat dan kemampuan deteksi re-agen tes antibodi HIV.

HIV-2 mempunyai 2 sub tipe utama yaitu A dan B. Apabila virus dari kedua kelompok atau lebih HIV -1 menginfeksi seseorang serta merubah material genetik disebut virus recombinan. Jika transmisi virus recombinan didokumentasi sebagai rangkaian genum virus seutuhnya pada tiga atau lebih individu dikenal sebagai circulating recombinant form (CRF). Hingga kini dikenal sebagai CRF01 dan CRF34. Variasi rangkaian nukleutida mempunyai berbagai implikasi biologis dan transmisi virus, ketahanan hidup pasien, serta dapat membantu menjelaskan distribusi geografi, serta epidemiologi infeksi HIV. Tinjauan diagnostik variasi rangkaian nukleotida sangat berpengaruh nyata terhadap implikasi reaktivitas dan reaktivitas silang pada tes diagnostik guna mendeteksi protein maupun peptida spesifik virus. (Setiati, 2014)

 

C.    Etiologi

Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV yaitu suatu virus yang masuk ke dalam kelompok retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini juga bisa dapat ditularkan melalui penularan seksual, kontaminasi patogen di dalam darah, dan penularan masa perinatal (Bararah & Jauhar, 2013)

Penularan virus ditularkan melalui:

1.   Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi atau tanpa kondom dengan orang yang telah terinfeksi HIV

2.      Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan sering dipakai secara  bergantian

3.      Mendapatkan tranfusi darah dari penderita virus HIV

4.     Ibu penderita HIV positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu ( ASI) (Nurarif & Kusuma, 2015)

 

D.    Manifestasi Klinis

§  Fase 1 : Terinfeksi HIV

Rentang waktu sejak virus HIV masuk ke dalam tubuh sampai antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period antara 15 hari sampai 6 bulan. Dalam fase ini umumnya seseorang yang telah terinfeksi HIV masih tampak sehat, tanpa menunjukkan gejala apapun bahwa ia sudah tertular HIV akan tetapi orang ini juga sudah menularkan HIV pada orang lain (Katiandagho, 2015)

§  Fase 2 : Gejala-gejala mulai terlihat

Dalam fase ini umumnya gejala-gejala mulai nampak, seperti hilangnya selera makan, gangguan pada rongga mulut dan tenggorokan, diare, pembengkakan kelenjar, bercak-bercak di kulit, demam serta keringat berlebihan di malam hari tetapi gejala tersebut belum dapat dijadikan patokan bahwa itu adalah AIDS, karena itu masih gejala-gejala umum  dan harus diperiksa ke dokter untuk hasil yang lebih spesifik (Katiandagho, 2015)

§  Fase 3 : Penyakit AIDS

Dalam fase ini HIV benar-benar menimbulkan AIDS. Sistem kekebalan tubuh semakin menurun sehingga tidak ada lagi perlawanan terhadap penyakit yang menyerang termasuk kanker dan infeksi. Perwujudan penyakit yang menyerang tubuh seseorang tergantung pada virus, bakteri, jamur atau  protozoa yang menyebabkan infeksi, sehingga orang tersebut akan menderita penyakit yang parah (Katiandagho, 2015)

§  Fase 4 : Penderita Meninggal karena salah satu Penyakit

Seseorang bisa bertahan hidup terhadap berbagai penyakit pada tahapan AIDS, tetapi hanya berlangsung selama 1-2 tahun saja, selanjutnya penderita akan meninggal dunia karena penyakit atau komplikasi dari beberapa penyakit yang ia derita (Nurarif & Kusuma, 2015)

 

E.     Tanda dan Gejala

  1. Rasa lelah dan lesu
  2. Berat badan menurun secara drastis
  3. Demam yang sering dan berkeringat di waktu malam
  4. Mencret dan kurang nafsu makan
  5. Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
  6. Pembengkakan leher dan lipatan paha
  7. Radang paru
  8. Kanker paru(Katiandagho, 2015)

Berdasarkan gambaran klinik (WHO 2006) fase klinik HIV dibagi menjadi :

1.      Fase klinik 1

Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar/pembuluh limfe) menetap dan menyeluruh

2.      Fase klinik 2

Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) herpes zoster ,infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang.

3.      Fase klinik 3

Penurunan BB (10%) tanpa sebab . kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan ). Kondidiasis oral menetap. TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya : pneunomia, empyema (nanah di rongga tubuh terutama pleura, apses pada otot sklet, infeksi sendi atau tulang ), meningitis , bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute nekrotizin ulcerative stomatitis, gingivitis  atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui.

4.      Fase klinik 4

Gejala menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneunomia (pneunomia karena pneumokitis karinil ), pneunomia bakteri berulang, infeksi harpes simplex kronik (orolabial, genetalatau anorektal >1 bulan) oesopageal kandidiyasis , TBC ekstrapulmonal , citomegaloverus , tokso plasma di SSP , HIV enceppalopati , miningitis ,  infektion progesife multi fokal , limpoma , infacife , carvical carsinoma , leukoncephalopathy.(Nurarif & Kusuma, 2015)

 

F.     Tes Diagnostik

Tes untuk diagnosa infeksi HIV

  1. ELISA (positif, hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
  2. Western blot (positif)
  3. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
  4. Kultur HIV (positif, kalau dua kali uji kadar secara berturut-turut mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen P24 dengan kadar yang meningkat

Tes untuk deteksi gangguan sistem imun

  1. LED (Normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
  2. CD4 limfosit menurun (jika menurun akan mengalami penurunan kemampuan untuk beraksi terhadap antigen)
  3. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
  4. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya penyakit)
  5. Kadar immunoglobin menurun(Bararah & Jauhar, 2013)

 

G.    Patofisiologi

HIV secara khusus menginfeksi limfosit dengan antigen permukaan CD4, yang bekerja sebagai reseptor viral, subset limfosit ini yang mencakup limfosit penolong dengan peran kritis dalam mempertahankan responsivitas imun, juga memperlihatkan pengurangan bertahap bersamaan dengan perkembangan penyakit mekanisme infeksi HIV yang menyebabakan penuruan sel CD4.

Virus HIV secara istimewa menginfeksi limfosit dengan antigen   permukaan CD4, yang bekerja sebagai resepetor viral, meskipun kemungkinan mencakup infeksi litik sel CD4 itu sendiri, induksi apoptosis melalui antigen viral yang dapat bekerja sebagai superantigen. HIV dapat menginfeksi jenis sel selain limfosit, infeksi HIV pada monosit tidak seperti infeksi pada limfosit CD4, tidak menyebabkan kematian sel. Monosit yang terinfeksi dapat berperang sebagai resorvoir virus laten tetapi tidak dapat diinduksi dan dapat membawa virus ke organ, terutama otak. Patologi terkait HIV melibatkan banyak organ, meskipun sering sulit untuk mengetahui apakah kerusakan terutama disebabkan oleh virus lokal atau komlikasi infeksi lain atau autoimun.

Infeksi HIV biasanya secara klinis tidak bergejala saat terakhir meskipun “periode inkubasi”, secara umum lebih singkat pada infeksi perinatal dibandingkan pada infeksi HIV dewasa. Selama fase ini gangguan regulasi imun sering tampak pada saat tes, terutama berkenaan dengan fungsi sel B hipergameglobulinemia dengan produksi antibodi  non-fungsional lebih universal di antara anak-anak yang terinfeksi HIV daripada dewasa, sering meningkat pada usia 3 sampai 6 bulan (Bararah & Jauhar, 2013)

 

H.    Pathway 

 

I.       Komplikasi

  1. Gastrointestinal
  2. Diare
  3. Hepatitis
  4. Penyakit anoretal
  5. Pneumocystic
  6. Folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang kering dan mengelupas  atau  dengan dermatitik atopik seperti ekzema dan psoriasi.
  7. Pandangan : sarkoma kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan.
  8. Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat (Jauhar & Bararah, 2013)

 

J.      Penatalaksanaan

§  Pengobatan suportif

  1. Meningkatkan keadaan umum pasien
  2. Pemberian gizi yang sesuai
  3. Pemberian obat antivirus seperti golongan dideosinukleotid, yaitu azidomitidn(AZT) yang dapat menghambat enzim RT dengan berintegrasi ke DNA virus, sehingga tidak terjadi transkip DNA HIV
  4. Dukungan psikososial (Bararah & Jauhar, 2013)

 

§  Pencegahan

  1. Memberikan penyuluhan kesehatan di sekolah dan  masyarakat untuk tidak berganti-ganti pasangan
  2. Tidak melakukan hubungan seks bebas atau menggunakan kondom saat berhubungan
  3. Menganjurkan pada pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bergantian
  4. Menyediakan fasilitas konseling HIV di mana identitas penderita bisa dirahasiakan serta menyediakan tempat untuk melakukan pemeriksaan darah
  5. Untuk wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin
  6. Semua donor darah harus diuji antibodi HIV-nya (Desmon, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T., & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Media Pustaka.

Desmon. (2015). Epidemiologi Hiv/Aids. Bogor: In Media- Anggota IKAPI.

Gallant, J. (2010). Hiv Dan Aids. Jakarta: PT Indeks.

Jauhar, M., & Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Katiandagho, D. (2015). Epidemiologi HIV/AIDS. Bogor: In Media-Anggota IKAPI.

Kunoli, F. (2012). Asuhan Keperawatan Penyakit Tropis. Jakarta: CV Trans Media.

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

PPNI, T. P.(2016). Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Setiati, S. (2014). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak . Jakarta Timur : Trans Info Media .

Wilkinson, & Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi-9. Jakarta: EGC.

Yulrina, A., & Lusiana, N. K. (2015). Bahan Ajar Aids Pada Asuhaan Kebidanan. Yogyakarta: Depublish.


Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.